Wednesday, December 16, 2009

Belajar Pengalaman Dari Seorang Teman

Sebut saja namanya Dani (bukan nama sebenarnya) dia dulunya adalah seorang calon mahasiswa multitalented berasal dari sebuah desa ditempat yang berinisial B di belahan barat Indonesia. Konon, menurut cerita teman-teman dia terlahir premature. Dengan mengantungi ijazah dari sebuah Lembaga Pendidikan Agama yang lazim di sebut Pesantren, dia pergi kesalah satu negara Mediterranean di belahan benua Afrika dan bercita-cita menjadi seseorang yang bisa di banggakan baik bangsa maupun orang tuanya. Sejuta asa berpendaran di otaknya mudanya, “YES !!!AKU BISA”.

Dia sebenarnya adalah anak yang baik, berjiwa sosial yang tinggi dan dapat diandalkan untuk mengerjakan sesuatu. Bagaimana tidak semua pekerjaan yang meliputi pertukangan, seni, design sampai hal–hal remeh-temeh seperti bersih-bersih rumah bahkan memasak !! sounds so amazing ya... tapi begitulah adanya. Dia memendam asa untuk menjadi seorang yang sukses baik dalam kehidupan berkarir dan juga dalam kehidupan pribadi kelak.

Sejak awal berangkat ke luar negeri sebenarnya dia telah memilah-milih jurusan yang bakal dimasukinya tapi entah mengapa sebabnya sampai beberapa tahun bermukim di luar negeri, belum ada satupun jurusan yang di masukinya. Alasannya jurusan yang di incar-incar belum dibuka dan kalaupun ada jurusan itu tak terjangkau olehnya karena jurusan itu hanya di buka di perguruan tinggi swasta yang mana biayanya sangat mahal. Sementara itu semua mahasiswa yang datang ke negeri itu mengambil jurusan yang dibuka oleh perguruan tinggi negri, karena dengan hanya memasukinya si mahasiswa yang bersangkutan akan di bebaskan dari biaya bulanan dan bahkan jika kuota memungkinkan mereka akan mendapatkan beasiswa sekadarnya.

Yah, itulah teman suamiku yang sudah lama dikenal bahkan jauh sebelum suamiku datang menuntut ilmu ke negeri itu. Bertahun-tahun sudah mereka tidak bersua ataupun mendengar sekadar kabarnya namun tepat pada awal bulan suci umat Islam sedunia, aku dan suamiku akhirnya berkesempatan bertemu di sebuah kota besar pusat perdagangan di negara itu dua tahun silam. Pada kesempatan itu aku dan suamiku sedang ambil bagian dalam pameran yang diadakan untuk memeriahkan bulan Ramadahan tahun itu sebulan penuh.

Dia datang dengan berjuta cerita tentang kesuksesan-kesuksesannya. Tentang gadis manis anak asli negara itu yang dipersuntingnya dan rentetan cerita pengalamannya meraih cita-citanya selama mengembara bertahun-tahun di negeri itu. Dalam kesempatan yang langka itu akhirnya dia setuju untuk sekedar bersilaturrahmi ke rumah kami untuk bernostalgia ke masa l alu.

Pada malam itu merekapun bertukar cerita tentang kehidupan yang telah dialami dulu dan sekarang. Sambil menunggu waktu sahur mereka berbincang-bincang semalam suntuk. Dia bercerita tentang profesi yang digelutinya sekarang, rumah yang yang ditinggalinya sampai istrinya yang seorang anak keluarga terhormat yang juga berprofesi tak kalah terhormat dengannya. Bagaimana tidak, seorang Arsitek kenamaan berhasil mempersunting seorang Gynecolog yang brilian. Dia berkata pada bulan Ramadhan ini dia berada di luar kotanya dalam rangka menghabiskan cuti pekerjaanya sebulan penuh tampa membawa serta istrinya dengan alasan pekerjaan istrinya yang tidak bisa ditinggalkan.

Esoknya kamipun berpisah sembari berjanji akan saling kontak selalu, dia menyertakan nomor telpon gengamnya. Kamipun memulai hari dengan aktivitas masing-masing. Aku mulai menyibukkan diri membantu suamiku berjualan di pameran diseberang Masjid kenamaan yang konon menurut masyarakat setempat terbesar ketiga di dunia setelah dua Masjid Haramain yang suci itu. Tak dinyana kamipun bertemu kembali di arena pameran yang tengah berlangsung itu. Dia pun berkata “wah...ketemu lagi nih sama gwa, kebetulan nih gwa lagi ada job disini”. Dalam hati“ nah loh... katenye dia lagi cuti tapi kok malah ikut pameran lagi disini, kok berasa kontras sama pekerjaan sehari-harinya sebagai arsitek ya” big question goes around my mind. Anehnya suamiku sama sekali tak merasa heran dengan kejanggalan itu malah senyum-senyum penuh arti.

Makin didesak dengan pertanyaan seputar temannya dia hanya berkata pendek “ nti lama-lama juga akan semakin knal sapa dia”
Si Dani tersebut ternyata membantu temannya yang mempunyai usaha serupa dengan suamiku. Menurut pengakuannya, sebulan cutinya ini akan dia mamfaatkan untuk menjajal usaha tersebut. Yah hitung-hitung memamfaatkan uang yang ada daripada cuma didepositokan aja terangnya. Okey…okey masuk akal juga yang dia ceritakan tapi kok setelah malam pertemuan yang pertama tersebut dan dilanjutkan dengan malam-malam berikutnya, ceritanya makin aneh-aneh aja seolah tidak ada benang merah yang menyatukanya. Bagaimana tidak kalau pada pertemuan pertama dia berkata istrinya bernama A , hari ini dia berkata namanya B. Jika sebelumnya berkata dia telah menikah dan istrinya telah hamil sekarang dia berkata bahwasannya tunangannya begini begitu. Jadi ternyata menurut pengamatan selama ini apa yang kita katakan akan dua kali atau lebih dia ungkapkan juga. Makin lama berbincang-bincang dengannya akan semangkin ketahuan apa dan siapa dia.

Menurut suamiku, dulunya dia memimpi-mimpikan kesuksesan yang luar biasa. Di hormati orang-orang sekitarnya, punya uang yang banyak serta ingin mempunyai keahlian yang tidak biasa namun bukan saja background pendidikan yang tidak memungkinkan untuk menggapai cita-citanya. Ketiaadaan biaya yang menyulitkannya, ditambah lagi para pejabat yang berkuasa saat itu sangat tidak mendukung harmonisasi pendidikan di negara tersebut. Jadilah hidupnya terkatung-katung antara keinginan sukses instan dan keinginan untuk pulang ke pangkuaan ibu pertiwi.

Sebenarnya dia pernah pulang ke negaranya namun entah kenapa dia memutuskan untuk kembali lagi ke luar negeri di negara yang di datanginya dulu. Pernah dia bekerja sekadar membantu di rumah diplomat dan mendapat gaji ala kadarnya serta tempat tinggal. Dua gelombang diplomat dengan jabatan yang sama telah di tinggalinya. Setelah itu tampaknya periode berikutnya enggan memperkerjakannya, dari situlah suamiku tidak pernah bertemu dengannya lagi.

Dulu pernah ada kejadian yang sangat tidak disangka-sangka terjadi. Pada kesempatan jalan-jalan di ibukota negara tersebut, suamiku dan temannya di kejutkan dengan seseorang yang mengaku kenal dengan petinggi diplomat setingkat di bawah duta besar bernama Dani menawarkan mobil yang dikendarainya. Setelah orang itu pergi karuan saja suamiku dan temannya tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak mobil itu dimiliki oleh diplomat yang dia tinggali.

Pernah juga dia mendatangi suamiku dengan bercerita ini itu dengan hebohnya mengenai profesinya yang mana dia lagi di sibukkan di kota tempat suamiku belajar dengan pekerjaan mengukur tanah yang akan dia design menjadi villa, namun ujung-ujungnya dia minta di pinjami uang barang beberapa sekadar ongkos pulang“nah loh…ga singkron kan?” masa seorang arsitek terkenal yang selalu dapat job dari mana-mana tidak punya uang untuk ongkos!!

Bisa jadi apa yang dia alami sekarang adalah manifestasi dari keinginan yang tertanam di dalam jiwa. Sebuah pengingkaran realita yang terjadi pada dirinya. Dia membohongi orang lain untuk menyelamatkan egonya sebagai manusia yang punya harkat dan martabat. Dia mencoba membuang pikiran pahit yang selama ini mengikutnya namun dia lupa bahwa jika kita memulai untuk berbohong satu kata maka seribu kata lagi akan tecetus dari bibir untuk menutupi kebohongan yang lalu. Meminjam ungkapan Anwar Sadat, Presiden kedua Mesir, dalam salah satu pidatonya “ seseorang tidak akan maju selama dia masih memiliki kepribadian ganda” Wallahualam

Maroko, penghujung musim dingin Tahun 2009

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook Badge

The beginning of making this blog

Maroko atau al-Magrib (Morocco: Inggris), pada awalnya sungguh tidak pernah terpikirkan autor untuk mengunjunginya apalagi sampai menetap di negeri yang sangat asing tersebut bahkan sangat jarang terdengar oleh telinga dan sedikit pun tidak pernah terbetik di hati saya untuk mengunjunginya.

Ia terletak di benua Afrika bagian utara, berbatasan dengan negara: Spanyol di sebelah utara, Aljazair di sebelah timur, Mauritania di sebelah selatan dan di bagian sisi baratnya membentang lebar samudera Atlantik hingga ke benua Amerika. Jarak dari Indonesia sendiri ditempuh 18 jam perjalanan via airplane.

Maroko menyimpan sejuta kenangan yang hampir dipastikan tidak akan saya lupakan seumur hidup. Bagaimana tidak, di negeri Ibnu Batouta tersebutlah penulis bertemu, menikah dan mengarungi empat tahun bahtera perkawinan. Negerinya sangat eksotik sayang untuk dilupakan begitu saja berlalu termakan waktu.

Tujuan awal penulisan blog ini adalah pengenalan dan penggalian budaya masyarakat setempat (Maroko red) serta dokumentasi perjalanan saya selama merantau di negeri tersebut. Berbekal dengan pengalaman tinggal selama empat tahun tersebut serta keinginan kuat untuk mendokumentasikan cerita-cerita unik pelengkap koleksi foto serta budaya dan tradisi masyarakat setempatlah membuat saya sedikit nekat untuk menuliskan blog pertama saya ini.

Saya memilih Judul "Untaian Cerita dari al-Magribi", untuk mendokumentasikan setiap perjalanan penulis ke daerah-daerah tertentu serta objek unik yang penulis tidak pernah jumpai dimanapun baik di Qatar, tempat bermukim penulis sebelumnya seperti sistem jual beli dan Driyal yang berlaku serta sempat membuat keki dan kelimpungan penulis.

Saya sangat mengharapkan blog ini dapat menjadi semacam buku 'pintar' yang berisi info-info singkat yang dibutuhkan orang yang ingin berkunjung ke negara tersebut juga dapat menjadi tour naratif yang deskriktif sehingga seolah-olah pembaca dapat merasakan 'aroma' Maroko serta menyelami pengalaman saya.

Banyak sekali hal-hal yang sangat layak kita ketahui tentang Maroko, bagaimana tidak Indonesia sebagai Negara Islam terbesar harus tahu tentang sejarah peradaban Andalusia yang sangat lama serta kokoh yang berada di sebagian daerah Maroko. Juga dari segi tokoh-tokoh baik ilmuwan, penjelajah dan pejuang yang mengharumkan segenap persada dunia Islam pada khususnya adalah orang Maroko. Hubungan emosional masyarakat Maroko dan Indonesia yang sangat dekat juga dirasakan penulis sebagai alasan tepat penulisan blog ini. Bagaimana tidak dahulunya proklamator kita dan raja Mohammed V berkarib dekat sampai-sampai terdapat penamaan jalan yang mengambil nama 'Jakarta', 'Bandoeng' serta 'Soekarno' begitu pula terdapat nama tempat 'Casablanca' yang sebenarnya adalah nama salah satu kota penting di Maroko.

Mungkin selama ini terbetik dalam benak kita bahwa universitas Islam yang tertua di dunia adalah Al Azhar-Cairo padahal ditilik dari sejarah ternyata universitas Al Karawiyyin di kota Fes telah berdiri kokoh 120 tahun sebelum Al Azhar serta adalah salah satu alumninya seorang pemimpin gereja katolik tertinggi Vatikan-Roma yaitu Paus Paulus Salvatore VIII!!!.

Arita Agustina Med HATTA