Tuesday, September 10, 2013

Kontrakan di Maroko dari Masa ke Masa



Awal-awal kehidupan pernikahan kami di rantau negari “1000 Benteng” mengharuskan kami untuk mengontrak apartemen. Kami juga sempat berpindah dari satu kota ke kota-kota penting lainnya di Maroko, permanen dan temporer. Secara permanen dua kali dan temporer dua kali juga. Kota yang pertama kali tempat kami mengontrak adalah Rabat, ibukota negara Maroko. Kemudian Casabalanca (di dua tempat yaitu Riad Ulfa dan hay Hassani), Mdiq, dan yang terakhir Martil didaerah Catalan.

#Periode awal RABAT  (2006-pertengahan 2007)
Hajj Abdessalam’s Appartement
Kami melangsungkan pernikahan di apartemen pertama ini, lokasi tepat berada di atas  sekretariat PPI (Persatuan Pelajar Indonesia). Rumah seorang purnawirawan polisi berpangkat menengah yaitu Hajj Abdelssalam tersebut dibandrol MAD 1500/bulan belum termasuk listrik dan air. Berada di lantai tiga dengan banyak tangga yang rada gelap dan lumayan curam. Diatasnya ada chotoh (lantai terbuka paling atas yang multi fungsi) terkadang kami para perantau Indonesia sering menggunakannya sebagai tempat berpesta cotelette (Iga kambing yang di bakar) namun fungsi aslinya adalah tempat menjemur pakaian.

Dengan fasilitas sambungan jaringan internet yang cepat dari PPI membuat kami betah berada di rumah ini sampai 11 bulan lamanya. Kamar aslinya ada tiga namun hanya dibuka satu saja plus ruang tamu yang cukup besar yang akhirnya kami fungsikan sebagai guest room merangkap sebagai tempat acara tertentu. Berlantaikan ubin besar berwarna cokelat yang masih sangat terjaga serta ciamik dengan dinding yang dilapisi keramik bermotif Zellige. Dapur yang lumayan serta tolilet kecil cukup memuaskan kami selama berada disana.

Rumah inilah tempat yang paling berkesan dalam sejarah pernikahan kami karena, disinilah suamiku mengucapkan akad pernikahan kami dulu. Rumah ini juga sering di fungsikan sebagai aula serbaguna kecil-kecilan untuk menampung acara PPI yang agak susah di selenggarakan di sekretariatnya.

Asma’s house
Rumah kontrakan kedua masih berada dalam kota Rabat namun lebih dekat dari pasar Kamra (pasar tradisional red.) serta terpisah kira-kira 5 menit berjalan kaki dari sekretariat PPI. Sebut  sajalah rumah ini dimiliki oleh Asma yang sebenarnya anak owner rumah. Pemiliknya sangat ramah kepada kami dan tak segan-segan mengundang makan Cous-cous serta sewaktu anaknya menikah kamipun diundang pula, padahal dalam tradisi Maroko, mereka tidak pernah mengundang orang luar untuk berpesta walaupun bertetangga.

Kamarnya berbentuk studio dengan panjang (4 x 6) yang kami bagi dua yaitu tempat tidur dan ruang tamu. Dapur dan toilet terpisah dari kamar. Lantainya keseluruhan kami lapisi tikar berwarna biru muda.  Lama kami mengontrak adalah enam bulan saja, bukan karena kami tidak betah namun karena pekerjaan suami yang banyak di kota Casablanca membuat akhirnya kami menyudahi masa mukim di kota sejuta kenangan yaitu Rabat.

#Temporary Stay (Pertengahan 2007)
Madam Shoha’s Flat
Tempat yang ketiga ini berada jauh dari ibukota Maroko namun berada pada kota pantai yang cukup populer dikawasan utara Maroko yaitu Mdiq (Rincon nama pemberian Prancis) namun populer dengan kedua nama tersebut. Kami menyewa rumah tersebut dikarenakan sedang mengikuti pameran di daerah resor pantai Marina Smir yang cukup dekat dari Mdiq.

Rumah yang becat putih tersebut memiliki dua kamar yang cukup besar dengan fully furnished perabotan. Tempat yang sangat strategis ini dibanderol MAD 4500 per bulan tampa extra charge listrik dan air. Memang harga yang cukup fantastis tapi begitulah kota ini jika musim panas. Keberadaan turis asing yang membawa Euro itu benar-benar dimamfaatkan warga setempat untuk mendulang rejeki. Tak jauh dari rumah itu ada corniche yang terbuka untuk umum dan sederetan restaurant yang seolah-olah hidup 24 jam. Disirami sinar lampu yang kelap-kelip membuat kota ini makin tampak indah.

Oh ya dari atas Chotoh nya (lantai lima)  kita bisa melihat pemandangan laut Mediterania yang tembus kedaratan Spanyol yang luar biasa indah.  Lama menyewa kurang lebih satu bulan.

Second Mdiq app
Merasa sangat kemahalan dengan harga sewa kontrakan yang pertama maka kami mencari kontrakan lainnya yang lebih ramah dengan kantong kami. Awalnya adalah kontrakan harian seorang teman yang sudah habis masanya lalu kami perpanjang kembali.

Rumah ini cukup mungil dengan hanya satu kamar dan ruang tamu serta dapur yang isinya cukup komplit. Kamar mandinya berair panas yang terasa mewah bagi kami. Pemiliknya juga sangat ramah yang terkadang membantuku menjemurkan pakaian hingga mengirimkan cous-cous mereka. Di ruang tamu juga tredapat sdader dengan tv yang salurannya cukup lengkap rata-rata dari eropa. Harga sewa dihitung perhari yaitu MAD 100/malam.

#Periode kedua di Casablanca
Abdul Mjid’s House
Setelah pulang dari kota musim panas di Mdiq dan membereskan kepindahan kami yang perdana di kota Casa (sebutan Casablanca bagi masyarakat setempat)  kamipun mendapat kontrakan baru yang sangat besar yaitu di daerah Bourgone, Goulmima. Sebuah tempat yang lumayan elit bagi masyarakat Maroko kalangan menengah ke atas. Daerah itu juga sangat dekat dengan Masjid Hasan II kebanggaan Maroko dan terntunya La Foire (gedung pameran) yang akan sering kami kunjungi. 

Rumah ini mempunyai dua kamar tidur, balcon, dapur yang besar, gudang serta dua ruang tamu terpisah yang cukup besar. Rumah ini semi furnish. Pemiliknya orang Maroko berkebangsaan Prancis yang sering bolak-balik hampir setiap bulan dari Prancis. Rumah ini juga mempunyai kamar mandi dan ada bathtub nya beralirkan air panas. Ada juga toilet terpisah yang isinya wc saja. Lama kami mengontrak kurang lebih 8 bulan. Adapun sewanya MAD 3500 belum termasuk air dan listrik serta jasa zindik (staf pengamanan rumah)’

Riad ulfa Appartement
Setelah pindah dari keramaian kota kami mencoba peruntungan di tempat yang namanya Riad Ulfa, sebuah kompleks dekat corniche Ain Diab yang baru saja dibangun.  Dilantai empat itulah kami akhirnya menempati apartemen ini selama tiga bulan lamanya. Mempunyai tiga kamar yang cukup besar dengan dua ruang tamu yang terpisah serta toilet dan wc terpisah membuat rumah ini terasa sangat mewah bagi kami.

Seluruh rumah dilengkapi fasilitas intercom yang dapat membuka pintu gerbang secara otomatis tampa harus turun kebawah membawa kunci. Dapurnya pun cukup luas dengan cahaya matahari yang bebas menerobos membuat rumah ini cukup menjajikan pada awalnya. Sebelum menempati rumah ini kami diberi tahu akan adanya fasilitas lift yang memang ada bentuknya namun ternyata belum berfungsi. Bukan tidak suka namun tinggi tangganya yanga curam membuat kami sangat kecapaian jika harus turun naik tangga maka kamipun segera pindah ketempat lain.

Mohamed’s App
Muter-muter cari kontrakan yang pas dihati dan dikantong akhirnya kami menemukan rumah mungil dengan banderol MAD 1500/bulan. Memang mencari kontrakan di kota Casa gampang-gampang susah. Gampangnya ada simsar (calo rumah) yang dengan siap sedia membantu kita asalkan fee nya sesuai, ada lo yang minta satu bulan harga kontrakan nah ini yang harus benar-benar dibicarakan sebelum memulai memakai jasa mereka. Susahnya mencari kontrakan yang seharga MAD 1500 itu tadi, yang merupakan harga kontrakan kalangan bawah masyarakat. Ada juga biasanya daerah suburb.

Kami memulai ngontrak dirumah terakhir pengembaraan kami di kota Casa ini nov 2008 dan keluar akhir bulan february 2010 dikarenakan kepulangan kami ke tanah air. Rumah mungil ini terdiri dari satu kamar tidur, ruang tamu yang cukup besar, dapur, balkon tempat menjemur, serta toilet yang sebenarnya isinya hanya wc saja. Perlu diketahui bahwa warga Maroko tidak terbiasa mandi di rumah namun di tempat sauna yang bernama Hammam atau shower air panas yang bernama Douche.

Rumah ini cukup berkesan bagi kami karena inilah rumah yang terlama kami tempati dan pemiliknya sangat baik. Selain tidak seperti orang Maroko kebanyakan yang tidak akan mentolerir keterlambatan uang sewa, bapak sepuh yang berprofesi sebagai kontraktor ini pernah memberikan paha bawah kambing utuh kepada kami untuk dimakan di hari raya serta mengundang suamiku di acara pernikahan anaknya (khusus acara laki-laki). 

Kalangan tetangga yang cukup baik dan tidak terlalu berisik membuat kami betah plus ada warung yang biasanya menjadi tempat utangan di kala kami sedang bokek (say hai to Brahim, moga makin dipermudah dan diperluas rezekinya ya, amin). Minusnya didaerah ini tidak ada masjid yang cukup dekat dari kami namun masyarakat setempat selalu menggelar salat berjamaah di pelataran depan pertokoan. Di daerah ini juga ada bekas dam kecil yang hampir tidak ada airnya namun menjadi tempat berkembang biaknya beberapa burung yang sangat indah dilihat dikala sore dan pagi hari.

The last temporary App (Madam Sa’diyah)
Kepulangan kami yang tinggal sebulan lebih kami mamfaatkan untuk napak tilas lagi kedaerah study suamiku, Tetouan. Sayang pada saat itu kami tidak mendapatkan rumah di daerah tersebut namun sebagai gantinya kami ngontrak selama sebulan di rumah madam Sa’diyah di daerah Martil (catalan). Madam itu tidak pernah bisa mengucapkan namaku dengan benar, dia selalu memanggilku dengan sebutan “Dina” padahal berkali-kali aku katakan namaku “Tina” tapi ya sudalah namanya sudah sepuh akhirnya aku membiarkan dia memanggilku dengan sebutan itu.

Di banderol dengan MAD 1000/bulan hanya untuk kamar dan toilet serta joining kitchen adalah harga yang mahal namun kami tidak punya pilihan lain daripada stay di hotel. Didalam kamar itu hanya terdapat lemari dan dua sdader  mungil difungsikan sebagai tempat tidur yang saling berhadapan serta toilet yang cukup mewah, sepertinya tempat yang disewakan kepada kami adalah kamar tidur madam tersebut. Ada pula chotoh yang digunakan untuk menjemur pakaian dilantai teratas.  Plusnya dari kontrakan tersebut kami hanya perlu jalan kaki tak kurang dari 10 menit saja untuk sampai di corniche yang terbuka untuk umum. Masih didaerah tersebut juga kami menemukan benteng peninggalan kolonial yang masih terpelihara tepat di tengah-tengah pasar dan ada juga gedung perpustakaan yang bangunannya masih berbentuk bangunan asli zaman penjajahan dan masih sangat terpelihara. Hampir tiap hari kami temukan para turis dari Eropa yang membawa mobil karavan singgah di kota ini sekedar muter-muter saja.

Kota ini memang kota kecil yang akan habis diputari selama sejam dengan berjalan kaki namun bagi kami kenangannya takkan terlupakan sepanjang masa. Tepat tanggal 15 April 2010 kami pun pamit kepada si Madam dan pada tanggal 17 April 2010 kami pun take off dari bandara Mohamed V di Casa, meninggalkan sejuta kisah yang tidak akan hilang dimakan waktu.
Ket Gambar: (1-2) Pemandangan Sekitar Rumah Rabat, (3) Mesjid Hassan II,Dekat Rmh Borgogne (4) Ain Diab/ Pemandangan Dekat Rumah Riad Ulfa, (5) Pemandangan Dekat Rumah Hy Hassani

Ket Gambar: (1-2) Pemandangan Sekitar Rmh Mdiq, (3) Pemandangan Sekitar Rmh Catalan - Martil

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Facebook Badge

The beginning of making this blog

Maroko atau al-Magrib (Morocco: Inggris), pada awalnya sungguh tidak pernah terpikirkan autor untuk mengunjunginya apalagi sampai menetap di negeri yang sangat asing tersebut bahkan sangat jarang terdengar oleh telinga dan sedikit pun tidak pernah terbetik di hati saya untuk mengunjunginya.

Ia terletak di benua Afrika bagian utara, berbatasan dengan negara: Spanyol di sebelah utara, Aljazair di sebelah timur, Mauritania di sebelah selatan dan di bagian sisi baratnya membentang lebar samudera Atlantik hingga ke benua Amerika. Jarak dari Indonesia sendiri ditempuh 18 jam perjalanan via airplane.

Maroko menyimpan sejuta kenangan yang hampir dipastikan tidak akan saya lupakan seumur hidup. Bagaimana tidak, di negeri Ibnu Batouta tersebutlah penulis bertemu, menikah dan mengarungi empat tahun bahtera perkawinan. Negerinya sangat eksotik sayang untuk dilupakan begitu saja berlalu termakan waktu.

Tujuan awal penulisan blog ini adalah pengenalan dan penggalian budaya masyarakat setempat (Maroko red) serta dokumentasi perjalanan saya selama merantau di negeri tersebut. Berbekal dengan pengalaman tinggal selama empat tahun tersebut serta keinginan kuat untuk mendokumentasikan cerita-cerita unik pelengkap koleksi foto serta budaya dan tradisi masyarakat setempatlah membuat saya sedikit nekat untuk menuliskan blog pertama saya ini.

Saya memilih Judul "Untaian Cerita dari al-Magribi", untuk mendokumentasikan setiap perjalanan penulis ke daerah-daerah tertentu serta objek unik yang penulis tidak pernah jumpai dimanapun baik di Qatar, tempat bermukim penulis sebelumnya seperti sistem jual beli dan Driyal yang berlaku serta sempat membuat keki dan kelimpungan penulis.

Saya sangat mengharapkan blog ini dapat menjadi semacam buku 'pintar' yang berisi info-info singkat yang dibutuhkan orang yang ingin berkunjung ke negara tersebut juga dapat menjadi tour naratif yang deskriktif sehingga seolah-olah pembaca dapat merasakan 'aroma' Maroko serta menyelami pengalaman saya.

Banyak sekali hal-hal yang sangat layak kita ketahui tentang Maroko, bagaimana tidak Indonesia sebagai Negara Islam terbesar harus tahu tentang sejarah peradaban Andalusia yang sangat lama serta kokoh yang berada di sebagian daerah Maroko. Juga dari segi tokoh-tokoh baik ilmuwan, penjelajah dan pejuang yang mengharumkan segenap persada dunia Islam pada khususnya adalah orang Maroko. Hubungan emosional masyarakat Maroko dan Indonesia yang sangat dekat juga dirasakan penulis sebagai alasan tepat penulisan blog ini. Bagaimana tidak dahulunya proklamator kita dan raja Mohammed V berkarib dekat sampai-sampai terdapat penamaan jalan yang mengambil nama 'Jakarta', 'Bandoeng' serta 'Soekarno' begitu pula terdapat nama tempat 'Casablanca' yang sebenarnya adalah nama salah satu kota penting di Maroko.

Mungkin selama ini terbetik dalam benak kita bahwa universitas Islam yang tertua di dunia adalah Al Azhar-Cairo padahal ditilik dari sejarah ternyata universitas Al Karawiyyin di kota Fes telah berdiri kokoh 120 tahun sebelum Al Azhar serta adalah salah satu alumninya seorang pemimpin gereja katolik tertinggi Vatikan-Roma yaitu Paus Paulus Salvatore VIII!!!.

Arita Agustina Med HATTA