Awal-awal kehidupan pernikahan kami di rantau negari “1000
Benteng” mengharuskan kami untuk mengontrak apartemen. Kami juga sempat
berpindah dari satu kota ke kota-kota penting lainnya di Maroko, permanen dan
temporer. Secara permanen dua kali dan temporer dua kali juga. Kota yang pertama
kali tempat kami mengontrak adalah Rabat, ibukota negara Maroko. Kemudian
Casabalanca (di dua tempat yaitu Riad Ulfa dan hay Hassani), Mdiq, dan yang
terakhir Martil didaerah Catalan.
#Periode awal RABAT (2006-pertengahan
2007)
Hajj Abdessalam’s Appartement
Kami melangsungkan pernikahan di apartemen pertama ini, lokasi
tepat berada di atas sekretariat PPI
(Persatuan Pelajar Indonesia). Rumah seorang purnawirawan polisi berpangkat
menengah yaitu Hajj Abdelssalam tersebut dibandrol MAD 1500/bulan belum
termasuk listrik dan air. Berada di lantai tiga dengan banyak tangga yang rada
gelap dan lumayan curam. Diatasnya ada chotoh (lantai terbuka paling
atas yang multi fungsi) terkadang kami para perantau Indonesia sering
menggunakannya sebagai tempat berpesta cotelette (Iga kambing yang di
bakar) namun fungsi aslinya adalah tempat menjemur pakaian.
Dengan fasilitas sambungan jaringan internet yang cepat
dari PPI membuat kami betah berada di rumah ini sampai 11 bulan lamanya. Kamar
aslinya ada tiga namun hanya dibuka satu saja plus ruang tamu yang cukup besar
yang akhirnya kami fungsikan sebagai guest room merangkap sebagai tempat
acara tertentu. Berlantaikan ubin besar berwarna cokelat yang masih sangat
terjaga serta ciamik dengan dinding yang dilapisi keramik bermotif Zellige.
Dapur yang lumayan serta tolilet kecil cukup memuaskan kami selama berada
disana.
Rumah inilah tempat yang paling berkesan dalam sejarah
pernikahan kami karena, disinilah suamiku mengucapkan akad pernikahan kami
dulu. Rumah ini juga sering di fungsikan sebagai aula serbaguna kecil-kecilan
untuk menampung acara PPI yang agak susah di selenggarakan di sekretariatnya.
Asma’s house
Rumah kontrakan kedua masih berada dalam kota Rabat namun
lebih dekat dari pasar Kamra (pasar tradisional red.) serta terpisah
kira-kira 5 menit berjalan kaki dari sekretariat PPI. Sebut sajalah rumah ini dimiliki oleh Asma yang
sebenarnya anak owner rumah. Pemiliknya sangat ramah kepada kami dan tak
segan-segan mengundang makan Cous-cous serta sewaktu anaknya menikah kamipun
diundang pula, padahal dalam tradisi Maroko, mereka tidak pernah mengundang
orang luar untuk berpesta walaupun bertetangga.
Kamarnya berbentuk studio dengan panjang (4 x 6) yang kami
bagi dua yaitu tempat tidur dan ruang tamu. Dapur dan toilet terpisah dari
kamar. Lantainya keseluruhan kami lapisi tikar berwarna biru muda. Lama kami mengontrak adalah enam bulan saja,
bukan karena kami tidak betah namun karena pekerjaan suami yang banyak di kota
Casablanca membuat akhirnya kami menyudahi masa mukim di kota sejuta kenangan
yaitu Rabat.
#Temporary Stay (Pertengahan 2007)
Madam Shoha’s Flat
Tempat yang ketiga ini berada jauh dari ibukota Maroko
namun berada pada kota pantai yang cukup populer dikawasan utara Maroko yaitu Mdiq
(Rincon nama pemberian Prancis) namun populer dengan kedua nama
tersebut. Kami menyewa rumah tersebut dikarenakan sedang mengikuti pameran di
daerah resor pantai Marina Smir yang cukup dekat dari Mdiq.
Rumah yang becat putih tersebut memiliki dua kamar yang
cukup besar dengan fully furnished perabotan. Tempat yang sangat
strategis ini dibanderol MAD 4500 per bulan tampa extra charge listrik dan air.
Memang harga yang cukup fantastis tapi begitulah kota ini jika musim panas.
Keberadaan turis asing yang membawa Euro itu benar-benar
dimamfaatkan warga setempat untuk mendulang rejeki. Tak jauh dari rumah itu ada
corniche yang terbuka untuk umum dan sederetan restaurant yang
seolah-olah hidup 24 jam. Disirami sinar lampu yang kelap-kelip membuat kota
ini makin tampak indah.
Oh ya dari atas Chotoh nya (lantai lima) kita bisa melihat pemandangan laut Mediterania
yang tembus kedaratan Spanyol yang luar biasa indah. Lama menyewa kurang lebih satu bulan.
Second Mdiq app
Merasa sangat kemahalan dengan harga sewa kontrakan yang
pertama maka kami mencari kontrakan lainnya yang lebih ramah dengan kantong
kami. Awalnya adalah kontrakan harian seorang teman yang sudah habis masanya
lalu kami perpanjang kembali.
Rumah ini cukup mungil dengan hanya satu kamar dan ruang
tamu serta dapur yang isinya cukup komplit. Kamar mandinya berair panas yang
terasa mewah bagi kami. Pemiliknya juga sangat ramah yang terkadang membantuku
menjemurkan pakaian hingga mengirimkan cous-cous mereka. Di ruang tamu juga
tredapat sdader dengan tv yang salurannya cukup lengkap rata-rata dari eropa.
Harga sewa dihitung perhari yaitu MAD 100/malam.
#Periode kedua di Casablanca
Abdul Mjid’s House
Setelah pulang dari kota musim panas di Mdiq dan
membereskan kepindahan kami yang perdana di kota Casa (sebutan
Casablanca bagi masyarakat setempat)
kamipun mendapat kontrakan baru yang sangat besar yaitu di daerah Bourgone,
Goulmima. Sebuah tempat yang lumayan elit bagi masyarakat Maroko kalangan
menengah ke atas. Daerah itu juga sangat dekat dengan Masjid Hasan II
kebanggaan Maroko dan terntunya La Foire (gedung pameran) yang akan
sering kami kunjungi.
Rumah ini mempunyai dua kamar tidur, balcon, dapur yang
besar, gudang serta dua ruang tamu terpisah yang cukup besar. Rumah ini semi
furnish. Pemiliknya orang Maroko berkebangsaan Prancis yang sering bolak-balik
hampir setiap bulan dari Prancis. Rumah ini juga mempunyai kamar mandi dan ada
bathtub nya beralirkan air panas. Ada juga toilet terpisah yang isinya wc saja.
Lama kami mengontrak kurang lebih 8 bulan. Adapun sewanya MAD 3500 belum
termasuk air dan listrik serta jasa zindik (staf pengamanan rumah)’
Riad ulfa Appartement
Setelah pindah dari keramaian kota kami mencoba
peruntungan di tempat yang namanya Riad Ulfa, sebuah kompleks
dekat corniche Ain Diab yang baru saja dibangun. Dilantai empat itulah kami akhirnya menempati
apartemen ini selama tiga bulan lamanya. Mempunyai tiga kamar yang cukup besar
dengan dua ruang tamu yang terpisah serta toilet dan wc terpisah membuat rumah
ini terasa sangat mewah bagi kami.
Seluruh rumah dilengkapi fasilitas intercom yang dapat
membuka pintu gerbang secara otomatis tampa harus turun kebawah membawa kunci. Dapurnya
pun cukup luas dengan cahaya matahari yang bebas menerobos membuat rumah ini
cukup menjajikan pada awalnya. Sebelum menempati rumah ini kami diberi tahu
akan adanya fasilitas lift yang memang ada bentuknya namun ternyata belum
berfungsi. Bukan tidak suka namun tinggi tangganya yanga curam membuat kami
sangat kecapaian jika harus turun naik tangga maka kamipun segera pindah
ketempat lain.
Mohamed’s App
Muter-muter cari kontrakan yang pas dihati dan dikantong
akhirnya kami menemukan rumah mungil dengan banderol MAD 1500/bulan. Memang
mencari kontrakan di kota Casa gampang-gampang susah. Gampangnya ada simsar (calo
rumah) yang dengan siap sedia membantu kita asalkan fee nya sesuai, ada
lo yang minta satu bulan harga kontrakan nah ini yang harus benar-benar
dibicarakan sebelum memulai memakai jasa mereka. Susahnya mencari kontrakan
yang seharga MAD 1500 itu tadi, yang merupakan harga kontrakan kalangan bawah
masyarakat. Ada juga biasanya daerah suburb.
Kami memulai ngontrak dirumah terakhir pengembaraan kami
di kota Casa ini nov 2008 dan keluar akhir bulan february 2010 dikarenakan
kepulangan kami ke tanah air. Rumah mungil ini terdiri dari satu kamar tidur,
ruang tamu yang cukup besar, dapur, balkon tempat menjemur, serta toilet yang
sebenarnya isinya hanya wc saja. Perlu diketahui bahwa warga Maroko tidak
terbiasa mandi di rumah namun di tempat sauna yang bernama Hammam atau shower
air panas yang bernama Douche.
Rumah ini cukup berkesan bagi kami karena inilah rumah
yang terlama kami tempati dan pemiliknya sangat baik. Selain tidak seperti
orang Maroko kebanyakan yang tidak akan mentolerir keterlambatan uang sewa,
bapak sepuh yang berprofesi sebagai kontraktor ini pernah memberikan paha bawah
kambing utuh kepada kami untuk dimakan di hari raya serta mengundang suamiku di
acara pernikahan anaknya (khusus acara laki-laki).
Kalangan tetangga yang cukup baik dan tidak terlalu
berisik membuat kami betah plus ada warung yang biasanya menjadi tempat utangan
di kala kami sedang bokek (say hai to Brahim, moga makin dipermudah dan
diperluas rezekinya ya, amin). Minusnya didaerah ini tidak ada masjid yang
cukup dekat dari kami namun masyarakat setempat selalu menggelar salat
berjamaah di pelataran depan pertokoan. Di daerah ini juga ada bekas dam kecil
yang hampir tidak ada airnya namun menjadi tempat berkembang biaknya beberapa
burung yang sangat indah dilihat dikala sore dan pagi hari.
The last temporary App (Madam Sa’diyah)
Kepulangan kami yang tinggal sebulan lebih kami
mamfaatkan untuk napak tilas lagi kedaerah study suamiku, Tetouan. Sayang pada
saat itu kami tidak mendapatkan rumah di daerah tersebut namun sebagai gantinya
kami ngontrak selama sebulan di rumah madam Sa’diyah di daerah Martil
(catalan). Madam itu tidak pernah bisa mengucapkan namaku dengan benar, dia
selalu memanggilku dengan sebutan “Dina” padahal berkali-kali aku katakan
namaku “Tina” tapi ya sudalah namanya sudah sepuh akhirnya aku membiarkan dia
memanggilku dengan sebutan itu.
Di banderol dengan MAD 1000/bulan hanya untuk kamar dan
toilet serta joining kitchen adalah harga yang mahal namun kami tidak
punya pilihan lain daripada stay di hotel. Didalam kamar itu hanya
terdapat lemari dan dua sdader
mungil difungsikan sebagai tempat tidur yang saling berhadapan serta
toilet yang cukup mewah, sepertinya tempat yang disewakan kepada kami adalah
kamar tidur madam tersebut. Ada pula chotoh yang digunakan untuk menjemur
pakaian dilantai teratas. Plusnya dari
kontrakan tersebut kami hanya perlu jalan kaki tak kurang dari 10 menit saja
untuk sampai di corniche yang terbuka untuk umum. Masih didaerah tersebut juga
kami menemukan benteng peninggalan kolonial yang masih terpelihara tepat di
tengah-tengah pasar dan ada juga gedung perpustakaan yang bangunannya masih
berbentuk bangunan asli zaman penjajahan dan masih sangat terpelihara. Hampir
tiap hari kami temukan para turis dari Eropa yang membawa mobil karavan singgah
di kota ini sekedar muter-muter saja.
Kota ini memang kota kecil yang akan habis diputari
selama sejam dengan berjalan kaki namun bagi kami kenangannya takkan terlupakan
sepanjang masa. Tepat tanggal 15 April 2010 kami pun pamit kepada si Madam dan
pada tanggal 17 April 2010 kami pun take off dari bandara Mohamed V di
Casa, meninggalkan sejuta kisah yang tidak akan hilang dimakan waktu.
|
Ket Gambar: (1-2) Pemandangan Sekitar Rumah Rabat, (3) Mesjid Hassan II,Dekat Rmh Borgogne (4) Ain Diab/ Pemandangan Dekat Rumah Riad Ulfa, (5) Pemandangan Dekat Rumah Hy Hassani |
|
Ket Gambar: (1-2) Pemandangan Sekitar Rmh Mdiq, (3) Pemandangan Sekitar Rmh Catalan - Martil |